FILTRASI
SEDERHANA DAN PENETRALAN pH AIR SISA CUCIAN DENGAN MEDIA DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L.)
A.
Latar
Belakang Masalah
Air merupakan
kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan
bila tidak ada air di bumi. Namun, air dapat menjadi malapetaka jika tersedia
dalam kondisi yang tidak benar, baik kualitas maupun kuantitas airnya. Air yang
bersih sangat dibutuhkan manusia baik untuk kehidupan sehari-hari, maupun
keperluan industri.
Pada zaman
sekarang, air menjadi masalah yang memerlukan perhatian serius. Untuk
mendapatkan air yang baik sesuai standar tertentu sudah cukup sulit didapatkan.
Hal ini dikarenakan air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari
berbagai aktifitas manusia misalnya limbah rumah tangga yakni air bekas cucian.
Pembuangan limbah yang berasal dari kegiatan usaha rumah
tangga yakni air sisa cucian masih dibuang ke lingkungan tanpa ada pengolahan.
Limbah air sisa cucian mengandung senyawa aktif metilen biru (surfaktan) yang
sulit terdegradasi dan berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Diperlukan
suatu upaya pengolahan limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga
tersebut untuk mengurangi pencemaran
lingkungan.
Kegiatan menghasilkan suatu limbah yang berupa cairan, sisa
air cucian yang bersifat basa. Kebanyakan limbah cair ini dibuang ke badan air
seperti sungai. Hal ini bisa menyebabkan badan air menjadi tercemar atau
bersifat basa. Salah satu upaya sederhana untuk pengurangan pencemaran yaitu
dengan menurunkan pH sisa air cucian terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan
air. Penurunan pH, dapat dilakukan dengan cara merendamkan daun ketapang
kedalam air sisa cucian tersebut.
Ketapang dalam bahasa ilmiah adalah Terminalia catappa L., atau sering disebut dengan kenari tropis.
Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman peneduh karena daunnya yang
membentuk seperti payung. Setiap harinya selalu ada daun kering yang berguguran
dan menjadi sampah karena tidak digunakan. Pohon ketapang menghasilkan racun
pada daunnya yang berguna untuk melindungi dari gangguan serangga dan parasit.
Oleh karena itu kita tidak akan menemukan pohon ketapang diserang oleh hama.
Daun yang kering ketika terendam air akan menghasilkan air yang berwarna kuning
kecoklatan. Air tersebut mengandung asam organic seperti humic dan tannin.
Sifat-sifat basa yaitu mempunyai rasa pahit dan merusak
kulit, terasa licin seperti sabun bila terkena kulit, dapat mengubah kertas
lakmus merah menjadi kertas lakmus biru, dapat menetralkan asam.
Alat untuk mengukur skala keasaman atau pH adalah pH meter
dan indikator universal. Skala pH nya adalah antara 0-14. Tingkatan
keasaman yaitu,apabila nilainya 0-6,9 maka disebut asam. Apabila nilainya 7
adalah netra. Dan jika lebih dari 7, yaitu 7,1-14 disebut basa.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam proposal ini adalah:
1. Apa
definisi pencemaran air?
2. Apa
saja sumber pencemaran air?
3. Apa
saja dampak dari pencemaran air?
4. Bahaya
apa yang ditimbulkan apabila pH air sisa cucian berada diatas netral (basa)
bagi lingkungan?
5. Apa
itu filtrasi air sederhana?
6. Kandungan
apa yang terdapat pada daun ketapang dalam menetalisir pH air sisa cucian?
C.
Tujuan
Penulisan Proposal
Adapun tujuan
penulis menyusun proposal ini yaitu untuk
mengetahui :
1. Untuk
mengetahui definisi pencemaran air;
2. Untuk
mengetahui sumber-sumber pencemar air;
3. Untuk
mengetahui dampak pencemaran air;
4. Untuk
mengetahui bahaya apa yang ditimbulkan apabila pH air sisa cucian berada diatas
netral (basa) bagi lingkungan;
5. Untuk
mengetahui apa itu filtrasi ai sederhana;
6. Untuk
mengetahui kandungan apa yang terdapat pada daun ketapang dalam menetalisir pH
air sisa cucian.
D.
Manfaat
Penulisan Proposal
Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis
a. Melatih kemampuan penulis untuk
memecahkan masalah yakni pencemaran air yang
disebabkan oleh limbah rumah tangga yakni detergen.
b. Mengukur
sejauh mana manfaat daun ketapang dalam menetralisir pH air sisa cucian yang
dapat mengakibatkan pencemaran.
2.
Bagi
masyarakat
Memberikan solusi
yang tepat untuk mengatasi pencemaran air yang berasal dari limbah rumah tangga
yakni air sisa cucian.
E.
Tinjauan
Pustaka
1.
Definisi
Pencemaran Air
Pencemaran air
didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian
pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-undang. Dalam
praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan
secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-komponen lingkungan
hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air laut, pencemaran air tanah
dan pencemaran udara. Dengan demikian,
definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang ditetapkan
dalam UU tentang lingkungan hidup yaitu UU No. 23/1997.
Dalam PP No.
20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan
sebagai : “pencemaran air adalah masuknya
atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam
air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”
(Pasal 1, angka 2).
a. Indikator
Pencemaran Air
Indikator atau
tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda
yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
0)
Pengamatan secara
fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air
(kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
1)
Pengamatan secara
kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut,
perubahan pH
2)
Pengamatan secara
biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada
dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang
umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah:
1) pH atau Konsentrasi
Ion Hidrogen
Air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan
bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH
normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di
atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan
mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas
biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :
Pada pH < 4,
sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH
rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas
acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
2)
Oksigen
terlarut (DO)
3)
Kebutuhan
Oksigen Biokimia (BOD)
4) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
2.
Sumber
Pencemaran Air
Banyak penyebab
sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua)
yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi
efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya.
Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan.
Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal
dari industri, rumah tangga dan pertanian. Tanah dan air tanah
mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran
udara yang menghasilkan hujan asam.
Pengaruh bahan
pencemar yang berupa gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap lingkungan
perairan dan kesehatan manusia dapat ditunjukkan secara skematik sebagai
berikut :
a. Komponen
Pencemaran Air
Saat ini hampir
10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia telah
digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke badan
air atau air tanah. Sebagai contoh adalah pestisida yang biasa digunakan di
pertanian, industri atau rumah tangga, detergen yang biasa digunakan di rumah
tangga atau PCBs yang biasa digunakan pada alat-alat elektronik.
Erat kaitannya
dengan masalah indikator pencemaran air, ternyata komponen pencemaran air turut
menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Komponen pencemaran air dapat
dikelompokkan sebagai bahan buangan:
1) Bahan
buangan padat
2) Bahan
buangan organik dan olahan bahan makanan
3) Bahan
buangan anorganik
4) Bahan
buangan cairan berminyak
5) Bahan
buangan berupa panas (polusi thermal)
6) Bahan buangan zat
kimia
1.
Dampak
Pencemaran Air
Pencemaran air
dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni
makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan danau,
pengrusakan hutan akibat hujan asam dsb.
Di badan air,
sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan
pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan
tersebut menyebabkan menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati
dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak
pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori (KLH, 2004) oksigen yang
seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi
berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya
a. Dampak
terhadap kehidupan biota air
Banyaknya zat
pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut
dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air yang
membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu
kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan
kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air.
Akibat matinya
bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya
terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit
terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian organisme,
apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.
b. Dampak
terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air
tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal
coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh
suatu survey sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan
terjadinya pencemaran tersebut.
c. Dampak
terhadap kesehatan
Peran air
sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain :
1) air
sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
2) air
sebagai sarang insekta penyebar penyakit
3) jumlah
air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat
membersihkan diri
4) air
sebagai media untuk hidup vektor penyakit
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam
katagori water-borne diseases, atau
penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di
daerah-daerah. Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya
dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air
antara lain, bakteri, protozoa dan metazoan.
5) Dampak
terhadap estetika lingkungan
4.
Bahaya
Air Sisa Cucian Bagi Lingkungan
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang
menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri
yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet,
alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi.
Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen sehingga menjadi bagian
penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada
deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun
lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan
dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/laundrymerupakan
deterjen anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik
sering ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium
kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated
trisodium phospate (chlorinated TSP)dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium
lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES)
atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium
kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui
bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS)
diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan
penyebab katarak pada mata orang dewasa
Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa
treatment sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi
serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia
dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain
itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan
yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya
rendah menjadi menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen
paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen
kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen
terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi
tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen
terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam
bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut
akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan
kerang akan mati
Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah
satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen
terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan
dapat menyebabkan kematian.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari
beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan
bahan dan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan
terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan
bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika tertelan
dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non ionik).
Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana
produk-produk kimia (deterjen) aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas)
dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat
biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat
terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem
pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan
penurunan kualitas air sehingga pada perkembangannnya digantikan
dengan LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat
dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang
yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena
ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya
rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologi
deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi
oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari
gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang
berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya
proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan
kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali
bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen
dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik.
Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 –
12.
Pembuangan limbah yang berasal dari kegiatan usaha rumah
tangga yakni air sisa cucian masih dibuang ke lingkungan tanpa ada pengolahan.
Limbah air sisa cucian mengandung senyawa aktif metilen biru (surfaktan) yang
sulit terdegradasi dan berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Diperlukan
suatu upaya pengolahan limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga
tersebut untuk mengurangi pencemaran
lingkungan. Kegiatan menghasilkan suatu limbah yang berupa cairan, sisa air
cucian yang bersifat basa.
Sifat-sifat basa yaitu mempunyai rasa pahit dan merusak
kulit, terasa licin seperti sabun bila terkena kulit. Bagi lingkungan jika
tanaman atau hewan yang terkena air yang bersifat basa maka dapat menyebabkan
tanaman itu layu hingga mati dan bagi hewan misalnya ikan juga air sisa cucian
yang bersifat basa dapat menyebabkan kematian. Dengan itu air sisa cucian yang
bersifat basa berbahaya bagi lingkungan.
5. Filtrasi Sederhana
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida
dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di
atasnya padatan akan terendapkan. Range filtrasi pada industri
mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang
difiltrasi dapat berupa cairan atau gas; aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Suatu saat justru limbah
padatnyalah yang harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang. Di dalam
industri, kandungan padatan suatu umpan mempunyai range dari
hanya sekedar jejak sampai persentase yang besar. Seringkali umpan dimodifikasi
melalui beberapa pengolahan awal untuk meningkatkan laju filtrasi, misal dengan
pemanasan, kristalisasi, atau memasang peralatan tambahan pada penyaring
seperti selulosa atau tanah diatomae. Oleh karena varietas dari material yang
harus disaring beragam dan kondisi proses yang berbeda.Filtrasi adalah proses
penyaringan air menembus media berpori-pori. Untuk menghilangkan zat
tersuspensi yang terakhir adalah dengan melakukan penyaringan. Penyaringan
yang dimaksudkan disini adalah penyaringan dengan melewatkan air melalui bahan
berbentuk butiran yang diatur sedemikian rupa sehingga zat padatnya tertinggal
pada butiran tersebut dan dapat digunakan kembali untuk kebutuhan masyarakat.
Ada beberapa jenis media filtrasi air sederhana misalnya: kapas, ijuk, arang,
batu kerikil (koral), kain katun, sabut kelapa, keramik dan sebagainya.
a.
Tujuan dari filtrasi
1) memanfaatkan air kotor atau limbah untuk bisa digunakan
kembali
2) mengurangi resiko meluapnya air kotor dan limbah
3)
mengurangi keterbatasan air bersih dengan membuat filtrasi
air
4) mengurangi penyakit yang diakibatkan oleh air kotor
5) membantu pemerintah untuk menggalakan air bersih
b. Manfaat filtrasi
1) air keruh yang digunakan bisa berasal dari mana
saja,misalnya sungai,rawa,telaga,sawah,sawah,air kotor lainnya
2) dapat meng ilangkan bau yang tidak sedap pada air yang keruh
3)
dapat mengubah warna air yang keruh menjadi lebih bening
4) menghilangkan pencemar yang ada dalam air atau mengurangi
kadarnya agar air dapat dilayak untuk minum
5) cara ini berguna untuk desa yang masih jauh dari kota dan
tempat terpencil
6. Kandungan
yang terdapat pada daun ketapang dalam menetalisir pH air sisa cucian
Penelitian
penurunan untuk menstabilkan pH air salah satunya dapat menggunakan daun
ketapang yang memiliki kurang lebih enam senyawa asam fenolat. Dengan
penjelasan minimal 1 asam fenolat dalam bentuk bebas, minimal 1 asam fenolat
dalam bentuk glikosida, dan minimal 3 asam fenolat dalam bentuk ester pada daun
ketapang, dimana senyawa–senyawa tersebut bukan merupakan senyawa asam kafeat,
asam ferulat, asam vanilat, asam siringat, asam protokateukat, dan asam
p-hidroksi benzoate. Zat asam ini yang nantinya akan menguraikan/menghidrolisis
ion H, sehingga pH air akan menurun dan stabil sesuai dengan kondisi optimal
hidup hewan akuatik yang dibudidayakan.
a.
Klasifikasi
Klasifikasi
Pohon Ketapang termasuk
Kerajaan :
Plantae
Divisi : Spermatophyta,
Sub
divisi : Angiospermae,
Kelas : Dicotyledeneae,
Bangsa : Myrtales,
Suku : Cumbretaceae,
Marga
: Terminalia,
Jenis : Terminalia catappa L.
Telah diperiksa fitokimia ekstrak etanol
daun ketapang (Terminalia catappa L., Combretaceae). Hasil
penapisan fitokimia menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, dan
steroid/triterpenoid.
Daun ketapang diketahui memiliki asam organic yaitu humic
dan tannin yang dapat menurunkan pH. Pemakaian daun ketapang yang masih
segar atau yang masih hijau dilakukan untuk mengetahui apakah daun tersebut
dapat menurunkan pH seperti daun ketapang kering atau tidak. Jika daun ketapang
segar atau yang masih hijau dapat menurunkan pH juga. Dan membandingkan daun
ketapang mana yang memiliki kemampuan lebih besar dalam menurunkan pH.
F.
Hipotesis
Pencemaran air yang disebabkan oleh limbah rumah
tangga misalnya sisa air detergen yang pembuangannya secara sembarangan yakni
langsung ke lingkungan tanpa memikirkan dampak yang terjadi pada lingkungan
tersebut. Padahal sisa air detergen tersebut sangat berbahaya baggi lingkungan
misalnya dapat mengakibatkan kolam dan sungai tercemar sehingga ikan yang ada
di kolam pembuangan limbah tersebut mati, sedangkan sungai yang tercemar itu
minimbulkan bau busuk, dan juga tidak baik bila terserap oleh tanaman karena
dapat menimbulkan kematian pada tanaman tersebut. Oleh karena itu kami
menawarkan cara penanggulangannya dengan cara mengurangi pH pada air detergen
tersebut dengan media daun katapang Terminalia
catappa L. dan untuk memurnikan kembali air detergen tersebut agar bisa
digunakan kembali maka kami menggunakan proses filtrasi.
Faktor-faktor yang mendukung dari alasan tersebut
yaitu:
1. Bahan yang digunakan
tergolong murah dan mudah didapat
2.
Dengan Daun katapang (Terminalia
catappa L.) turunnya pH pada air sisa cucian detergen maka dapat
meminimalisir pencemaran lingkungan.
3.
Filtrasi sederhana dapat memurnikan kembali sisa air detergen
yang telah berwarna coklat karena proses perendaman daun ketapang bila akan
dipergunakan kembali dalam kegiatan sehari-hari seperti mencuci kendaraan.
G.
Metodologi
Pelaksanaan Program
Pada percobaan mengenai penurunan pH air sisa cucian dengan
alternatif bahan baku daun ketapang kering ini dilakukan dengan cara
sederhana. Teknologi daun ketapang kering ini telah lama digunakan dalam
penurunan pH air karena dapat menurunkan pH air pada akuarium. Pada percobaan ini
akan membahas mengenai proses penurunan pH air sisa cucian dengan menggunakan
daun ketapang kering. Proses perendaman berlangsung selama 4 hari dan setiap
harinya dilakukan pengukuran pH.
1.
Objek Percobaan
Sebagai objek percobaan ini adalah daun ketapang kering sebagai
bahan baku penurun pH.
2.
Bahan dan Alat Percobaan
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1) daun ketapang kering
2) batu kerikil
3) sabut kelapa
4) ijuk
5) busa aquarium
6) air sisa cucian.
b. Alat
Alat
yangdigunakan dalam percobaan ini adalah:
1) Talang air bekas
2) Kertas pH (lakmus)
3. Prosedur
Kerja
a. Memilih daun ketapang kering yang
baik.
b. Membersihkan daun ketapang kering dari
kotoran-kotoran yang menempel pada daun.
c. Mengeringkan daun ketapang di bawah
sinar matahari agar daun lebih kering lagi.
d. Menyiapkan air sisa cucian sabun di
dalam wadah atau ember.
e. Mengukur pH awal air sisa cucian sabun
dengan menggunakan kertas lakmus.
f. Menghitung pH awal air sisa cucian
sabun.
g. Merendam daun ketapang yang sudah
kering kedalam air sisa cucian sabun.
h. Mengukur pH rendaman daun ketapang pada
air sabun setiap 1x24 jam selama 4 hari.
i.
Setelah pH air turun maka dilakukan penyaringan air (filtrasi)
dengan menggunakan ijuk, busa aquarium, batu kerikil, dan sabut kelapa untuk
mengurangi warna kuning dari sisa
rendaman daun ketapang.
H. Pembahasan Penelitian
Dari hasil
pengujian yang telah kami lakukan dihasilkan data sebagai berikut:
Tabel 1. Pengukuran pH dari hari pertama
hingga keempat.
Hari
ke-
|
pH
|
0
|
11
|
1
|
11
|
2
|
10
|
3
|
10
|
4
|
9
|
Air sisa cucian yang mempunyai pH
awal 11 setelah direndam dengan daun ketapang selama 4 hari mengalami penurunan
pH, yaitu menjadi 9. Namun, pada air bekas rendaman daun ketapang, airnya
berwarna coklat gelap dan keruh oleh serat daun ketapang. Karena warna coklat
tersebut diakibatkan oleh asam tannin pada kandungan daun ketapang kering namun
tidak berbahaya bagi lingkungan. Tapi dilihat dari segi estetikanya memang air
ini berwarna keruh coklat, oleh karena itu kami melakukan filtrasi sederhana
untuk mengurangi warna coklat pada air tersebut.
Adapun filtasi sederhana yang
kami lakukan setelah pH air turun dengan menggunakan ijuk, busa
aquarium,
batu kerikil, dan sabut kelapa untuk mengurangi warna coklat dari sisa rendaman daun ketapang. Pada awalnya
kami menggunakan arang juga tidak menggunakan ijuk dan busa aquarium, namun
melihat hasil filtrasi yang kurang jernih dan malah sedikit kehitaman oleh
arang, maka kami memilih tidak tidak menggunakan arang dan menggantinya dengan
ijuk dan busa aquarium. Namun, untuk mendapatkan hasil yang baik perlu
dilakukan filtrasi beberapa kali. Karena bila hanya satu kali saja filtrasi
tidak akan mengurangi warna coklat pada air tersebut.
Selain menggunakan daun yang kering kami juga mencoba
membandingkan dengan daun ketapang yang masih hijau. Namun setelah dilakukan
perendaman beberapa hari, pH air tersebut tidak mengalami penurunan yang
signifikan. Hal tersebut dikarenakan humic dan tannin yang berfungsi untuk
menurunkan pH air lebih banyak terdapat pada daun ketapang yang sudah kering.
Perendaman daun ketapang yang
lebih lama juga dimungkinkan untuk memaksimalkan kemampuan daun ketapang dalam
menurunkan pH. Semakin lama daun ketapang direndam kemungkinan akan semakin
banyak ekstrak daun ketapang yang bercampur dalam air limbah. Banyaknya ekstrak
tersebut berpengaruh terhadap tingkat keasaman sehingga memungkinkan pH air
limbah semakin turun.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang
dapat diambil dari hasil penelitian ini antara lain:
1.
Daun ketapang
mengandung asam organik seperti humic dan tannin yang dapat menurunkan pH air.
2.
pH air sisa
cucian yang pH awal 11 setelah direndam selama 4 hari turun menjadi 9.
3.
Teknologi
sederhana ini dapat diterapkan di industri laundri yang banyak menghasilkan
limbah detergen sehingga lebih aman untuk dibuang ke lingkungan.
4.
Dilakukan
proses filtrasi sederhana untuk mengurangi warna coklat pada air rendaman daun
ketapang.
5.
Untuk
mendapatkan hasil air yang baik perlu dilakukan proses filtrasi beberapa kali.
6.
Daun ketapang
yang masih muda (hijau) tidak terlalu berfungsi baik dalam penurunan pH air
cucian.
7.
Lama perendaman
daun ketapang dapat menentukan seberapa besar penurunan pH air cucian.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai perbandingan antara jumlah daun
ketapang dengan jumlah volume air dalam skala yang lebih besar.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai sisa daun ketapang yang direndam agar bisa dimanfaatkan kembali untuk
dijadikan sesuatu yang lebih bermanfaat.
3. Penambahan alat dan bahan dalam proses
filtrasi sederhana untuk memperoleh air yang baik tanpa mengulangi proses
filtasi hingga beberapa kali.
saya juga telah melakukan percbaan tersebut dan saya berhasil menurunkan pH larutan dari 11 menjadi 9 dengan perendaman selama 20 menit saya namun dengan menggunakan daun ketapang dalam bentuk serbuk dan kadar yang banyak. namun , kendala saya sampai saat ini adalah bagaimana cara menjernihkan air akibat penggunaan daun ketapang ....
BalasHapusjka ada saran dan ada bantuan tolong beritahu saya yah karena saya membutuhkannya ...
terima kasih ... :)
penetralisasi kadar pH dalam air memang sangat diperlukan. cara pengetesannya menggunakan Alat PH Meter Air berikut:
BalasHapus1.pH Meter Air 009i
2.pH Meter Air ATC 2011,
3.pH Test kit,
4.TDS Meter3,
5.TDS & EC Meter,
6.ORP Meter CT-6022
Info lengkap kunjungi phmetermurah.com